Selamat Datang di Blog Uky Djadoel

Kamis, 07 November 2013

Raja, satu jam



Bersamamu, aku mantapkan hati. Untuk mengarungi lembaran baru.
di hati mu, aku labuhkan semua cinta dan harapan. Demi tercapai sakinah, mawaddah, warohmah.

17 September 2013.

Tanggal, bulan, dan tahun  yang tak pernah terlupakan, sepanjang hidupku. Sepasang nama tertulis disana,
‘Kartubi  bin Salahudin & Nilam  kahut binti Haji Acang’. Nampak, senyum manis melengkung dalam album  pre wedding, surat undangan  sederhana, yang di desain khusus bertema adat lampung.

Di suatu pagi,
                Aku nampak begitu gagah, peci hitam, jas hitam, kemeja putih, celana hitam, dan sepatu pantofel  hitam yang mengkilap. Di iringi suara petasan dan rebana, aku melangkah menuju permaisuriku yang telah menanti disana, di samping kanan dan kiriku, kedua orang tuaku menggandengku.sementara ratusan orang berbaris dibelakang ku. Saat itu, aku merasa seperti seorang putra mahkota yang dikawal dengan ratusan prajurit.
                Tari sembah  menyambut kedatanganku dan rombongan. Lemah gemulai  dan senyum ramah para penari,  Lengkap dengan pakain adat.  membuatku takjub akan keindahan budaya Lampung. Aku, yang berdarah  Banten. Tidak tahu, budaya apa, yang biasa di gunakan  kota asalku?.Yang aku tahu, hanya pakaian adat dari Jawa Barat. Wajar saja, karena aku lahir, dan besar di Lampung. Ternyata, bukan cuma aku saja yang tak tahu, semua warga kampungku “Sinar Banten”  juga tak mengerti, yang mereka tahu,  Banten  punya  Debus dan pabrik baja.

  Setelah terjadi kesepakatan antar perwatin ( juru bicara). Appeng (kain pembatas) dipotong oleh perwatin dari pihak ku, seserahan pun diberikan. Juadah balak (lapis legit),dodol, uang adat dan semua barang barang yang kami bawa. “aduh,, ribet banget  sih…!”  ketus ku dalam hati. Jantung ku berdetak semakin kencang, Saat duduk diatas matras yang dilapisi permadani, dinding dinding di hias dengan kain Tapis.  Aku duduk bersama Nilam, selendang putih membentang diatas kepala kami,
aku semakin deg-deg an, keringat dingin membasahi sekujur tubuhku. Ketika Haji acang mengencangkan genggaman tangan nya.
"ankahtuka… aku nikahkan engkau, Kartubi bin Salahudin, dengan putriku. Nilam kahut binti haji Acang dengan maskawin  10gram emas, dibayar kontan,"

" saya terima nikah kepada Nilam binti haji Acang dengan maskawin tersebut di bayar kontan." jawabku begitu lancar, tanpa jeda nafas.
"sah…" kedua saksi  menjawab serentak. Susunan acarapun ditutup dengan doa.
 suasana menjadi  haru, nampak tangis bahagia menghiasi semua keluarga, dan tamu undangan,, aku pun terharu dan tak kuasa menahan tangis .ketika Sujud netang sabuk (sungkem) kepada orang tuaku dan orang tua Nilam, dilanjutkan dengan para tetua atau sesepuh, juga para tamu yang hadir. "ahh ini semua mengingatkanku atas peristiwa lalu. tantang "Pulau kubur"
                Di atas pelaminan, aku dan Nilam bagaikan raja dan permaisuri . menggunakan pakain adat dengan kombinasi warna putih dan ke‘emas’an, lengkap dengan aksesoris. Aku merasa kasihan,  melihat Nilam dengan Siger yang di gunakan di kepalanya, pasti itu berat sekali
" apakah kamu bahagia,?" tanyaku pada putri cantik yang telah resmi menjadi  isteri ku,
"iya, bang, " jawabnya begitu pelan. Seakan, Nilam ingin mengangguk, tapi siger itu terlalu berat.
                 kata “selamat” dan doa, ter ucap dari ribuan tamu yang datang, musik  dangdut remix, dengan iringan Orgen tunggal. Menambah ramai suasana, mungkin, kalau disini ada Cessar.  Pasti, Semua tamu akan bergoyang  ‘setruk’ ala Cessar. Aku dan Nilam,  bagai seorang artis.  Banyak sekali yang ingin ber  foto dengan kami.
1.. 2.. 3. Jepret,,  Para tamu undangan, bergantian.
                Pesta pun berakhir.  Aku dan Nilam, masuk kedalam kamar pengantin, aroma wangi bunga, dinding dinding terhias kain tapis., lampu kamar sedikit redup seakan menambah romantis suasana,
rasa lelah membuatku ingin bersegera merebahkan diri.
"dek. malem ini kamu capek nggak?" tanyaku sambil memakai sarung.
"nggak bang,”  jawabnya sambil melepaskan perhiasan, di depan meja rias yang berada di sebelah kiri  ranjang. Aku semakin tak sabar. Malam pertama yang begitu mendebarkan, kata mereka yang pernah menikah, ini lah surga dunia. “ Ah… dari ceritanya saja, terbayang kenikmatanya.”
ceplekk.. lampu kamar  ku matikan. Sehingga, kamar pun menjadi  gelap.
Tiba-tiba….
“Patung,, patung..
Pakupatan..  Serang ..”  Suara kondektur, membuyarkan mimpi indahku. Aku pun turun dari atas mobil Bus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar